“Jika hari ini kita yang dari generasi 80-an
memimpin bangsa ini, lantas memikirkan bagaimana masa depan bangsa 10 tahun ke
depan, maka kita mesti memikirkan kondisi generasi 90-an. Jika membayangkan
hingga 20 tahun ke depan, maka kita mesti memikirkan kondisi generasi 2000an.
Begitulah seterusnya, hingga sebisa mungkin memikirkan bagaimana anak-anak yang
yang baru saja menempuh pendidikan formal. Bagaimana mereka dididik, bagaimana
asupan pengetahuannya. Bahkan jika perlu, memikirkan bagaimana seorang anak
yang masih di dalam kandungan ibunya”.
Kira-kira seperti itu pendakuan salah seorang
guru saya ketika membagi sedikit pengetahuan kepada sahabat-sahabatnya. Yah,
masa depan bangsa, bahkan dunia, memang berada di tangan generasi selanjutnya. Semakin
jauh membayangkan masa depan, maka memikirkan nasib anak-anak yang hari ini
masih menghabiskan waktunya untuk bermain, merupakan harga mati. Bagaimana
anak-anak belajar, bagaimana asupan pengetahuannya, hingga bagaimana asupan gizinya,
merupakan hal yang wajib dipikirkan. Lantas siapa yang paling bertanggung jawab
untuk itu? Tentu saja ibunya. Karena seorang ibu adalah tempat pertama
anak-anak belajar, bahkan semenjak dalam kandungan.
***********
Beberapa kali saya menyaksikan kenyataan pahit
bagaimana seorang ibu mendidik anak-anaknya. Ketika menghadapi anak yang
sedikit keras kepala, seorang Ibu dengan mudahnya melontarkan kata-kata yang
mengandung kekerasan. Misalnya, berkata bahwa akan menusuk telinga anaknya
menggunakan benda keras atau akan mematahkan kakinya apabila anak tersebut enggan
menuruti perintah ibunya. Anak-anak yang mendengar hardikan itu, lantas hanya
bisa diam ketakutan. Mungkin saja membayangkan mengapa perempuan yang
melahirkannya ke dunia begitu tega ingin menusuk telinga atau mematahkan kaki
anaknya sendiri. Meskipun tidak terjadi, tapi telah ada di dalam fikiran.
Di luar itu, saya juga seringkali menyaksikan
bagaimana seorang ibu yang sangat tidak paham apa yang harus dikonsumsi
anak-anak di usianya yang masih sangat belia. Bayangkan saja bagaimana seorang
anak kecil diajarkan untuk menonton tontonan orang dewasa, diajar melafalkan
nyanyian orang dewasa yang isinya sangat tidak patut dikonsumsi oleh anak-anak.
Bahkan diajari berdandan layaknya orang dewasa, dan melakukan apa yang digemari
oleh orang-orang dewasa.
Lebih parahnya, ketika seorang anak belia
diajari untuk mengonsumsi makanan yang tidak mengandung gizi yang sangat
penting untuk pertumbuhan tubuh dan otak. Selain malas, seorang ibu kadang
tidak paham, dan bahkan tidak mengetahui bagaimana menyediakan makanan yang
bergizi untuk anaknya. Sehingga makanan instan yang mengandung, salah satunya,
MSG, terus dicekoki kepada anak-anaknya. Tubuh dan otak yang tidak sehat, akan
membuat seorang anak tidak mampu belajar dengan baik.
Fakta-fakta seperti itu tentunya menjadi
pertanyaan besar. Bagaimana mungkin anak-anak hari ini yang mendapatkan asupan pendidikan
dan makanan dengan cara seperti itu dari ibunya, dapat mewarisi masa depan.
Sebelum seorang anak mendapatkan pendidikan di lingkungan yang lebih luas,
pendidikan dari seorang ibu menjadi faktor penentu bagaimana seorang anak menangkap
pembelajaran di lingkungannya, dan mampu memfilter apa yang tidak seharusnya ia
konsumsi.
Seorang Ibu mestilah sadar, mempersiapkan dan
membekali anak-anaknya untuk menjadi seorang manusia yang mampu menjadi
pemimpin untuk dirinya sendiri, masyarakat di lingkungannya, bahkan dunia. Anak-anak
tidak dilahirkan untuk mewarisi atau bahkan ikut menjadi korban dari kerasnya
realitas kehidupan. Anak-anak adalah harapan baru untuk sebuah kehidupan yang
lebih baik. Mereka mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dari
orang tuanya, terkhusus dari ibunya. Bukannya abai terhadap hal-hal kecil yang
dibutuhkan oleh anak-anak, lantas menyerahkan mereka sepenuhnya pada institusi
pendidikan. Bagaimanapun, yang sangat paham terhadap anaknya bukanlah guru-guru
di sekolah. Melainkan ibunya sendiri.
Untuk dapat mendidik seorang anak yang akan
mewarisi masa depan dunia, seorang Ibu mesti berwawasan luas, bersikap terbuka
atas berlimpahnya pengetahuan. Menjadi pendidik ulung untuk anak-anak bukanlah
hal yang turun dari langit, tapi itu adalah kemampuan yang mesti dipelajari dan
dilatih terus menerus. Bahkan seorang Ibu mesti paham soal hal-hal kecil
seperti jenis tontonan, musik, bacaan, bahkan makanan yang layak menjadi
konsumsi anak di usia dini. Lebih kecil lagi, seorang ibu mesti paham bagaimana
berkomunikasi dengan baik kepada anak-anak. Bukannya mengajarkan kekerasan
melalui cara berkomunikasi.
**********
Karena itu, alasan pertama perempuan mesti
belajar bahkan berpendidikan setinggi mungkin, bukanlah demi kepentingan karir.
Atau seperti yang sering didengungkan oleh para feminis karbitan, yaitu untuk
dapat setara dengan laki-laki soal hak ekonomi dan politik. Dan mengapa seorang
perempuan mesti pandai memasak, bukanlah sekadar memenuhi kebutuhan rumah
tangga. Atau lagi-lagi, seperti yang sering didengungkan oleh para feminis
tempelan, bahwa memasak bukan hanya tugas perempuan, karena itu sama saja
mengeksploitasi perempuan. Tetapi, semua itu adalah pra-syarat untuk mencetak
para pewaris masa depan. Bagaimanapun, perempuan dan anak-anak adalah kunci
dari kebudayaan dan peradaban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar