Rumah Sakit Ala Pesulap


Beberapa waktu yang lalu, pihak Unhas mengeluarkan aturan berupa larangan beroperasi bagi angkutan umum (pete-pete) dengan alasan untuk mengurangi polusi dan mengatasi kemacetan dibeberapa titik. Hal tersebut diungkapkan oleh Halim Handoko selaku Biro Administrasi Umum Unhas. “pihak Unhas hanya berupaya mengurangi polusi dan kemacetan di area kampus”, ucap Halim saat ditemui di ruangannya.
                Namun disisi lain, berdasarkan hasil survei tim CAKA di lapangan pada salah satu titik kemacetan yaitu jalan pintu dua Unhas, yang memenuhi sisi-sisi jalan bukanlah angkutan umum, melainkan kendaraan pribadi. Yang menjadi pertanyaan, apakah benar bahwa angkutan umum memberikan sumbangsih yang sangat besar atas kemacetan di Unhas?
Dampak dari pembangunan Rumah Sakit
                Saat ini, para pimpinan Unhas sedang sibuk menata kampus merah untuk menuju World Class University. Salah satu yang menjadi simbol dari impian tersebut adalah Rumah Sakit pendidikan yang dibangun di daerah pintu dua. Tidak tanggung-tanggung, dalam waktu setahun dua bangunan rumah sakit berhasil dibangun. Menurut Halim Handoko, kedua Rumah Sakit tersebut merupakan proyek yang didanai oleh pusat. “ini merupakan bantuan dari pusat, khusus untuk membangun Rumah Sakit pendidikan, bukan karena rektor Unhas yang merupakan orang kedokteran”, ucapnya.
                Jalur pintu dua merupakan jalan yang selama ini digunakan untuk berbagai kepentingan. Mulai dari angkutan umum, masyarakat yang ingin mencari nafkah sebagai pedagang di dalam kampus, pedagang kaki lima, mahasiswa dan para pengunjung Rumah Sakit, baik Rumah Sakit Wahidin maupun Unhas. Sebelum Rumah Sakit Unhas berdiri, terlebih dahulu telah berdiri Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, dan dulunya sisi jalan dipenuhi oleh pete-pete yang parkir menunggu penumpang yang akan menggunakan jasa angkutan umum dan pedagang kaki lima yang menjajalkan jualannya.
                Berdasarkan pengamatan tim CAKA di lapangan, setelah Rumah Sakit pendidikan unhas didirikan, jalanan tampak semakin padat akibat bertambahnya kendaraan pribadi yang parkir di sisi jalan, mulai dari pagi hingga sore hari. Belum lagi dengan angkutan umum yang harus parkir untuk menunggu penumpang, yang kadang harus berhenti di tengah jalan akibat sisi jalan telah dipadati oleh kendaraan pribadi walaupun jalan telah diperlebar. Yang menjadi pertanyaan, apakah yang menyebabkan semakin bertumpuknya kendaraan? sehingga menyebabkan sirkulasi di jalur pintu dua tampak semakin sembrawut.
                “Sim Salabim”, mungkin kata itulah yang tepat untuk menggambarkan kedua bangunan milik Unhas tersebut.  Kedua Rumah Sakit yang dibangun  melalui bantuan dari Kementerian pendidikan dan kebudayaan itu tampak dipaksakan di atas lahan yang sempit, sehingga sirkulasi di kawasan tersebut semakin sembrawut, bukannya tertata semakin baik. Dengan kata lain, kedua bangunan tersebut tidak terencana dengan baik, dan sangat dipaksakan keberadaannya. Hal ini semakin dipertegas dengan tidak adanya master plan untuk rencana pembangunan infrastruktur saat tim CAKA coba mempertanyakan pada Biro Perencanaan Unhas.  Dimana idealnya, penataan sebuah ruang harus didahului dengan master plan pembangunan untuk mengatur dimana sebaiknya sebuah bangunan sebesar Rumah Sakit harus ditempatkan.
                Rumah sakit pertama yang berada di sudut jalan jelas sangat merusak sirkulasi. Menurut hasil seurvei tim CAKA, tidak tersedianya lahan parkir untuk dokter dan para pengunjung rumah sakit membuat mereka harus parkir di pinggir jalan. Semestinya, untuk bangunan seperti rumah sakit harus mempertimbangkan banyaknya pengunjung yang akan datang dan pasti menggunakan kendaraan, setidaknya memperkirakan banyaknya pasien dan penjenguknya. Belum lagi Rumah sakit tersebut adalah Center pengobatan, yang secara otomatis akan menarik perhatian masyarakat yang ingin menggunakan jasa pengobatan. Sehingga masyarakat akan berbondong ke rumah sakit tersebut karena daya tariknya. Lalu bagaimana jika semua orang yang menggunakan kendaraan akan berbondong ke rumah sakit tersebut?. Maka macet akan semakin parah.
                Kedua, arsitektur rumah sakit tersebut sangat diskriminatif. Tidak adanya jalan khusus untuk penyandang tunanetra, tunadaksa, dan tunarungu. Sehingga sangat membahayakan jika orang yang cacat harus ke Rumah Sakit tersebut, melihat padatnya kendaraan yang berlalu lalang di daerah itu. Ditambah lagi bangunan itu berada di tepi jalan. Seakan pihak Unhas berfikir bahwa orang yang akan berkunjung ke Rumah sakit itu semuanya adalah orang yang sempurna secara fisik.
                Sama halnya dengan Rumah Sakit kedua, besarnya bangunan tidak seimbang dengan luasnya lahan parkir. Selain itu, bangunan tersebut menghilangkan separuh Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan daerah resapan air. Pada musim hujan, biasanya jalan di pintu dua akan tergenang, dan jika daerah tersebut telah dibeton, maka tidak ada lagi tanah yang akan menyerap air karena telah dibeton.
                Halim Hamdoko mengatakan bahwa semestinya para prtinggi Unhas mempertimbangkan baik-baik untuk terus membangun, karena Unhas adalah salah satu hutan terbuka di Makassar. “semestinya mahasiswa menegur para pimpinan agar tidak terus membangun infrastruktur di area kampus, karena akan mengancam salah satu hutan terbuka di Makassar”. Ucapnya.
                Menurut Muhammad Cora, seorang arsitek lulusan Unhas. Semestinya sebelum membangun, pihak Unhas melakukan sosialisasi ruang. “sosialisasi ruang dalam hal ini adalah konteks aktivitas, sejarah ruang, hak dan kewajiban mengakses ruang. Semestinya unhas mempertimbangkan aktivitas apa saja yang yang terjadi di daerah ini, siapa saja yang menggunakan dan sampai dimana hak dan kewajiban Unhas menggunakan ruang”, ucapnya.
                Cora menambahkan, “seharusnya pihak Unhas mempertimbangkan bahwa jalur pintu dua tidak hanya digunakan oleh dokter tetapi ada pedagang kaki lima, angkutan umum, serta orang-orang yang mempunyai hak untuk mengakses jalan tersebut. Karena semestinya unhas sebagai institusi yang mempunyai kewajiban mengabdi pada masyarakat harus mempertimbangkan hal-hal tersebut. Selain itu penataan ruang harus bersifat partisipatif, agar dalam penataan tidak ada pihak yang dirugikan”, tutur Cora.
Aldi, salah satu supir pete-pete 07 mengatakan bahwa sebenarnya bukan pete-pete yang menyebabkan kemacetan. “dari pagi hingga sore saya berlalu lalang di daerah ini, dan saya sangat jelas melihat bahwa kendaraan pribadi sering parkir seenaknya sehingga kamipun kadang pusing ingin berhenti dimana untuk menaikkan penumpang. Kami juga punya aturan, jika sisi jalan penuh maka kami tidak berhenti, namun jika telah ada penumpang yang memanggil terpaksa kami berhenti sejenak ditengah jalan. Mau bagaimana lagi, penumpang juga membutuhkan kami. Tapi mengapa kami yang dianggap sebagai biang kemacetan”, tutur aldi.
Sama halnya dengan yang dikatakan oleh dokter Abdillah, salah satu pegawai di Rumah Sakit Unhas. Menurutnya fasilitas di Rumah Sakit ini tidak memadai termasuk untuk lahan parkirnya. “fasilitas di rumah sakit ini sangat tidak memadai, termasuk untuk lahan parkir. Jadi mau tidak mau kita harus parkir di sisi jalan”, tuturnya.
Kedua Rumah Sakit yang dibangun secara mendadak dan tanpa kajian yang mendalam itu jelas sangat memperparah keadaan, sehingga lagi-lagi harus mengorbankan pete-pete. Yang menjadi pertanyaan, mengapa kedua bangunan tersebut dipaksakan berdiri di daerah tersebut?. Mungkin para petinggi Unhas ingin memperlihatkan pada publik bahwa inilah rumah sakit kami yang megah.
Go Green?  
                Konsep go green Unhas sebenarnya masih menuai tanda tanya besar. Jika angkutan umum dilarang beroperasi demi mengurangi polusi, mengapa kendaraan pribadi juga tidak dibuatkan aturan yang sama. Halim Handoko saat dimintai pendapatnya mengenai hal tersebut malah melontarkan jawaban yang tidak sepantasnya pada tim CAKA. “kalian ini bertanya pakai otak atau tidak? Kalian saja yang memprovokasi mahasiswa untuk tidak menggunakan kendaraan bermotor”, ucapnya.
                Pembangunan kedua rumah sakit Unhas adalah salah satu yang mematahkan konsep tersebut. Dengan adanya kedua bangunan itu, kendaraan bermotor yang sangat jelas menyebabkan polusi semakin bertumpuk. Beberapa waktu yang lalu, Jokowi selaku gubernur DKI Jakarta ingin meremajakan angkutan umum untuk mengurangi polusi dan kemacetan. Namun pihak Unhas malah menghilangkan angkutan umum dan membiarkan kendaraan pribadi semakin bertumpuk karena ingin menanggulangi kemacetan dan polusi.
                Ditambah lagi dengan ulah para dokter yang katanya adalah profesi yang go green namun tidak mempunyai etika. Jika memang para dokter adalah profesi yang menerapkan go green dan paling steril, maka mereka tidak akan menambah tumpukan kendaraan di jalan pintu dua dan menambah polusi. Belum lagi ketika mereka harus memarkir mobilnya di sisi jalan.   
               
                  
               
                

Dont Stop Semangat Baru

Disuatu malam yang hangat di area workshop Unhas,ditengah kesibukan para pedagang kaki lima  melayani para pengunjung yang mencari makan, orang-orang yang berlalu lalang kesana kemari, serta para mahasiswa yang memilih tempat tersebut untuk bersantai sambil bersenda gurau, terselip dua orang ibu rumah tangga yang sedang berdebat mengenai calon gubernur Sul-Sel 2013-2018.

Ibu A : pada pemilihan nanti, saya menjagokan pak Ilham.
Ibu B : waduh, kalau saya belum jelas.
Ibu A : mengapa bu?
Ibu B : soalnya menurut saya tidak ada calon yang bagus.
Ibu A : wah, jangan begitu bu, Ilham itu bagus loh.
Ibu B : mana buktinya?
Ibu A :tuh, makassar sudah menjadi kota modern.
Ibu B : modern apanya, disekolah anak saya saja harus bayar uang pembangunan yang    mahal. katanya pendidikan gratis, mana buktinya?

Ibu A : tapi kan terbukti bahwa disekolah anak ibu itu benar-benar sedang berlangsung pembangunan.
Ibu B : iya sih, tapi kok uang pembangunan harus dibebankan pada murid. mestinya kan itu urusan pemerintah.
Ibu A : Ah, tapi kalau saya mau tidak mau tetap menjagokan Ilham, dia kan pemimpin yang sering terjun ke lapangan.
Ibu B : tapi cuma sekedar terjun, tidak ada perubahan.
Ibu A : daripada Pak Syahrul?
Ibu B : siapa juga yang menjagokan syahrul, pokoknya saya tidak menjagokan siapa-siapa, mending saya golput, pemimpin jaman sekarang tidak ada yang becus. kita saja mau di gusur.
Ibu A : kalau tidak mau memilih, berarti tidak mau negara kita berubah.
Ibu B : bagaimana mau memilih?semua calon tidak yang saya kenal, apa mereka baik atau tidak. selama ini, keduanya memegang posisi pemimpin, tapi tidak ada yang berubah. makasar begitu2 saja, terlebih sulawesi selatan.
Ibu A : ya terserah ibu sajalah, mau memilih atau tidak.
Ibu B : saya tetap tidak akan memilih. siapapun nantinya yang naik, yakinlah kita sebagai rakyat miskin tidak pernah difikirkan. kalaupun mereka naik, kita juga tidak diberi uang.

hahahahahahahhaahahhaaa.....
apa yang bisa kita petik dari perbincangan kedua ibu rumah tangga tersebut?


PAPUA


Pernah menginjaknya?
Pernah melihatnya?
Atau pernah mendengarnya?
Sebuah tempat yang katanya indah, damai nan tentram
Namun bukan itu yang ku alami

Papua, itulah nama yang diberikan kepada ku
Entah nama itu adalah karunia atau petaka

Aku mempunyai banyak cita-cita
Aku ingin agar manusia menyayangiku
Aku ingin agar manusia hidup damai dan tentram
terkhusus bagi mereka yang menginjakkan kakinya ditubuhku

Namun ternyata, cita-cita itu harus ku buang jauh-jauh.....
mengapa?
Itulah pertanyaan yang di lontarkan padaku
Dari mereka yang tak memahami kondisiku saat ini.

Inilah sedikit kisah yang ku alami....

Manusia yang ku harap menyayangiku,merawat ku.
Malah terus mengebor isi perutku demi harta dan tahta
Hari demi hari aku harus menangis karena kesakitan
Aku terus berdoa pada-Nya, agar rintihan ini terdengar ke seluruh pelosok dunia
hingga tiba saatnya ada yang berbaik hati mau menyelamatkan ku
 
Hingga tiba suatu hari
Aku berfikir bahwa doa ku telah terkabulkan
Suara puluhan manusia yang terus meneriakkan namaku, begitu menyentuh hatiku.
Aku mendengar suara mereka yang lantang, ingin menyelamatkan ku dari kematian.

namun.....
Dor..dor..
Mereka di tembaki oleh sekelompok orang berpakaian hijau
mengapa?
Ternyata para pembelaku dianggap penghalang untuk terus mengeruk isi perutku

Akupun kembali merintih..
meratapi nasibku
diciptakan dengan kekayaan yang melimpah
namun hanya menjadi petaka
dan hanya dinikmati oleh si tamak itu

bukan hanya itu
konflik pun terjadi dimana-mana
semua karena memperebutkan ku
akupun hanya bisa terus berdoa pada-Nya
sambil menahan rasa sakit ini.

Pemerasan dan penggusuran, solusi menuju World Class University?

“Demi ambisi menuju kota bersih dan world class university, pedagang kaki lima kembali menjadi korban”
        Saat ini, para pedagang kaki lima yang bertempat di daerah workshop unhas terancam akan kehilangan lahan mencari nafkah.  Hal ini disebabkan karena tanah yang mereka gunakan sebagai lahan berdagang adalah tanah milik Unhas. Sedangkan Unhas yang menjadi salah satu legitimasi Pemerintah Kota Makassar untuk mewujudkan visi menuju kota bersih, dan sesuai visi untuk menuju world class university, berniat menggusur para pedagang kaki lima yang di anggap kumuh dan mengganggu pemandangan. Hal ini dipertegas dengan diterbitkannya surat edaran Unhas yang memberikan ultimatum kepada para pedagang untuk segera membongkar tenda jualannya dalam waktu yang ditentukan.
      Namun karena para pedagang tidak merespon himbauan tersebut, maka unhas kembali mengeluarkan surat edaran yang kedua, yaitu undangan panggilan rapat untuk para pedagang. Menurut Bapak Hamka salah satu pedagang kaki lima, pertemuan tersebut bertujuan untuk menetapkan aturan akan adanya pajak jika para pedagang bersikeras untuk tetap menempati tanah tersebut. Selain itu para pedagang hanya boleh berjualan dimalam hari, dan tenda mereka tidak boleh didirikan pada siang hari, atau system bongkar pasang.  “system bongkar pasang tenda akan menyulitkan kami untuk berjualan, karena terlalu banyak barang yang harus kami angkat tiap harinya, apalagi untuk pedagang wanita yang tidak mempunyai suami”. Tutur pak hamka.
       Sedangkan untuk pajak yang akan diterapkan, harga untuk setiap pedagang berbeda-beda. Seperti Pak Hamka (pedagang nasi goreng) yang dikenakan 4 juta, mas gondrong (pedagang nasi goreng) 5 juta, Tia (pedagang gorengan) 8 juta, warung dian 15 juta, dan masih banyak lagi. Namun para pedagang masih tetap berusaha untuk bernegosiasi dengan pihak Unhas guna mengurangi pajak yang akan diterapkan. Karena mereka merasa bahwa jumlah tersebut sangat memberatkan.
      Jika menyimak kronologis di atas, apa yang terjadi jika semua aturan tersebut akan diberlakukan untuk para pedagang kaki lima? Tentunya hal itu akan membawa beban yang berat untuk level pedagang kaki lima seperti mereka. Karena selain waktu untuk berdagang yang dibatasi, merekapun harus membayar pajak yang besar tiap tahunnya. Otomatis pendapatan mereka akan berkurang jika waktu untuk berdagang dibatasi, belum lagi pemasukan mereka harus disisihkan untuk urusan pajak. Maka sangat jelas akan menambah beban hidup.
     Tapi mengapa niat untuk menggusur berubah menjadi pemerasan terhadap para pedagang kaki lima? Mungkin pihak unhas ingin mengambil keuntungan lebih dari mereka. Mengingat kasus yang pernah dialami oleh para pedagang kaki lima di pintu dua unhas, dimana mereka terpaksa harus angkat kaki karena larangan berdagang dari pihak Unhas. Namun sebelum angkat kaki, mereka sempat dikenakan aturan untuk membayar pajak. Tapi ujung-ujungnya mereka tetap digusur. Sepertinya hal itulah yang akan menimpa para pedagang kaki lima workshop. Dimana pemerasan yang dilakukan oleh pihak  Unhas hanyalah dalih untuk mengusir mereka secara perlahan. Namun sebelum angkat kaki, terlebih dahulu pihak Unhas ingin menikmati uang setoran pajak para pedagang. Setelah menikmati, barulah mereka digusur. Karena visi menuju kota bersih dan world clas University akan terus berlanjut walau apa pun yang terjadi, meski harus mengorbankan masyarakat miskin. Sungguh tidak berperikemanusiaaan.
     Unhas yang merupakan salah satu PTN terbesar di Indonesia yang mempunyai visi pengabdian pada masyarakat hanyalah bualan belaka. Karena ambisi busuk para birokrasi tidak pernah memihak pada masyarakat kelas bawah. 

(hasil reportase di salah satu wilayah yang di huni oleh pedagang kaki lima)

Anarkis yang berakhir manis


“Sebuah perlawanan lahir karena tidak adanya jaminan akan masa depan”
apa itu anarkisme?
            Ketika mendengar kata anarkis, yang terlintas dibenak kebanyakan orang adalah kekerasan, kekacauan hingga pemusnahan. Hal ini terjadi karena media massa sangat gencar memberitakan aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu terhadap aturan pemerintah, kemudian mengkategorikan aksi-aksi tersebut dengan tindakan anarkisme. lalu, pada akhirnya anarkisme pun seakan menjadi teror terhadap masyarakat.
            Kata “ANARKI” berasal dari bahasa Yunani Kuno yang berarti tidak adanya pimpinan, tidak adanya pemerintahan. Etimologi kata ini menandai hal yang khas dari anarkisme : penolakan terhadap kebutuhan akan otoritas tersentral atau negara tunggal, satu-satunya bentuk pemerintahan yang kita kenal sampai saat ini (Anarkisme, 2003 : 23). Anarkisme adalah Sebuah pemikiran yang lahir karena kaum anarkis merasa bahwa hirarki dan Negara tidak dapat melegitimasi berbagai keinginan dan ide-ide masyarakatnya, sehingga negara harus ditiadakan. Anarkisme menganggap bahwa manusia pada hakekatnya adalah mahluk yang secara alamiah memiliki kemerdekaan untuk bebas dari intervensi dan hidup secara harmonis.
            Dalam beberapa catatan sejarah, memang tidak sedikit kelompok-kelompok anarkis yang lebih memilih gerakan-gerakan spontan untuk menuntut penghapusan terhadap penindasan yang dilakukan oleh negara dan aparatusnya. Merusak fasilitas-fasilitas seperti mall dan gedung-gedung yang dianggap sebagai simbol kapitalisme, hingga bentrokan dengan polisi dan militer. Namun, semua itu hanya akibat, karena jika menganalisis kejadian-kejadian itu lebih dalam, maka kita akan menemukan penyebab dari akibat tersebut. Tapi gerakan kekerasan hanyalah salah satu metode yang digunakan oleh beberapa kelompok anarkis.  Lalu, mungkin yang menjadi pertanyaan dibenak banyak orang adalah, apa yang melandasi hal tersebut? Peniadaan negara hingga ke gerakan kekerasan. Oleh karena itu, mungkin akan lebih menarik jika kita membicarakan bagaimana anarkis berusaha mengubah dunia dengan senyum, darah dan air mata dan sedikit membahas bagaimana sistem ini hampir menutup semua peluang hingga kel hal-hal dasar manusia.
“aku ingin”
            Disini, “aku ingin” bukanlah sebuah kata yang bermakna singkat seperti ingin tidur, ingin minum coca cola dan ingin makan KFC, tapi “aku ingin” yang melampaui apa yang telah kita rasakan saat ini. Suatu pernyataan sikap yang lahir karena adanya kesadaran bahwa kondisi yang ada tidak berpihak pada keberlangsungan hidup kedepannya. Jika saya sebagai penulis hidup di tengah kondisi dimana anarkisme terus dicerca dan dikecam, sehingga mengganggu keberlangsungan hidup saya kedepannya. Maka saya akan menciptakan kondisi dimana anarkisme tidak lagi dianggap sebagai teror..
            Jadi sepertinya kita perlu sedikit berfikir radikal ketika terjadi fenomena dimana banyak  kelompok yang melancarkan sebuah perlawanan. Ketika sebuah perlawanan lahir, berarti terjadi penolakan terhadap sesuatu. 
            Mungkin hal yang biasa ketika merasakan kelaparan selama berhari-hari, karena sistem ini memang menciptakan kelaparan,  sistem ini tidak di bentuk untuk mengayomi orang orang lapar namun hanya untuk mengayomi orang orang yang membuat lapar. jika hal itu benar-benar terjadi, berarti sebuah Negara telah kehilangan legitimasinya, hak-hak dasar dari tiap individu yang berkomitmen menciptakan kehidupannya sendiri, sistemnya sendiri dan mewujudkannya bersama, itulah akhir dari penderitaan yang kita rasakan.
            Namun bagaimana caranya sistem ini menciptakan kelaparan? Mari kita lihat ada berapa banyak makanan yang harus kada luarsa di berbagai supermarket tiap tahunnya. Hal ini terjadi karena kapital yang terus memproduksi nilai-nilai palsu mengemas sekian banyak makanan yang semestinya dapat dinikmati semua orang. Ikan yang dikalengkan, beras yang dikarungkan, kemudian memberikan ukuran-ukuran gizi dan mencantumkan harga untuk setiap kemasannya. Jadi secara tidak langsung untuk urusan makan saja harus ditentukan oleh si pengemas makanan. Untuk orang kaya cocoknya yang harga tinggi, kelas menengah harga yang segini, dan yang tidak punya uang tidak usah makan, tentunya. Akhirnya makanan pun menjadi profit dan hanya dapat dinikmati oleh orang yang mempunyai uang, lalu yang terjadi adalah semakin banyak orang yang melakukan diet karena kelebihan makanan.  Bayangkan saja jika semua itu dibagikan kepada orang yang membutuhkan, pasti akan mengurangi tingkat kematian karena kelaparan, dan tidak perlu terbuang sia-sia di rak-rak supermarket karena kada luarsa.
            Bukan hanya itu, salah satu cara negara membuat kelaparan dapat kita lihat di papua. Banyak masyarakat pedalaman papua yang terpaksa harus merasakan kelaparan akibat negara menerapkan sistem pasar bebas yang membuat kapitalisme semakin leluasa mengemas hutan-hutan dan lahan tempat masyarakat berccocok tanam kemudian mengubahnya menjadi tambang. Sehingga membuat masyarakat papua kehilangan hutan tempat mencari makan dan lahan tempat bercocok tanam. Mengutip lagu slank untuk masyarakat lembah balim di papua, “aku nggak ngerti ada banyak tambang, yang aku tahu banyak hutan yang hilang, asal ada ubi untuk di makan, asal ada babi untuk di panggang, aku cukup senang”. Mencoba menjelaskan harapan salah satu penghuni tanah papua akan kondisi papua saat ini.

            Jadi Jika sebuah kelompok melancarkan perlawanan, berarti kelompok tersebut menyadari bahwa kondisi saat itu tidak memihak pada keberlangsungan hidupnya, dan ingin menciptakan kondisi dimana dia dapat menciptakan sendiri pilihan-pilihan untuk keberlangsungan hidupnya ke depan. Termasuk peluang mendapatkan makanan dan kondisi dimana tidak ada lagi pengemasan makanan oleh pihak tertentu, dan berarti dia telah menentukan pilihan untuk menolak system. Karena adanya keinginan yang tidak mampu di legitimasi oleh system tersebut. Dan ingin merebut kembali apa yang menjadi haknya
            Selain itu, hal terbesar yang ingin dicapai dari penolakan terhadap sebuah system adalah merebut kemerdekaan diri, yang terberi sejak lahir dalam setiap individu. Kemerdekaan untuk menentukan tatanan hidup, menentukan pilihan-pilihan yang akan menjadi penentu masa depan. Karena sebuah system/Negara tidak memiliki hak untuk merebut kemerdekaan setiap individu, dan menentukan yang terberi. Jika yang terberi dalam diri setiap individu tidak memiliki jaminan akan masa depan, berarti kemerdekaan setiap individu untuk menolak yang terberi dari sebuah system/Negara.
Penegasan terhadap “aku ingin”
Sejarah telah menceritakan pada kita bahwa telah begitu banyak perjuangan yang dilakukan untuk merebut kemerdekaan, baik kemerdekaan sebuah kelompok maupun individu. Salah satu yang menarik adalah aksi yang dilakukan oleh kelompok anarkis di seattle untuk menolak perjanjian perdagangan global oleh WTO. Saat itu aksi dilakukan dengan parade musik, teater jalanan hingga pesta-pesta kaki lima. Bukan dimulai dengan pelemparan, pembakaran hingga penghancuran fasilitas-fasilitas umum. Namun mengapa anarkis kemudian di stigma sebagai perusuh dan tukang onar? Untuk menjawab itu ada baiknya kita membahas salah satu kejadian yang beberapa potongan-potongannya luput dari pulpen dan kamera media.
Pandang raya dan profokasi polisi.
            Perjuangan yang dilakukan oleh warga pandang raya untuk mempertahankan tempat tinggalnya dari ancaman penggusuran oleh seorang pengusaha diorganisir dengan cara-cara anarkis. dimana tidak ada hirarki dan pimpinan dalam gerakan tersebut, apa pun tindakan yang akan diambil, melalui musyawarah ataupun diskusi oleh semua warga. Ketika ancaman penggusuran datang, tak pernah terbesit di fikiran warga untuk melakukan tindak kekerasan, karena sadar akan kekuatannya.
            Namun yang terjadi, polisi mengepung daerah tersebut dengan mobil lapis baja dan buldoser yang secara otomatis menekan psikologi warga sehingga membuat warga harus keluar dari rumahnya. Tidak hanya itu, polisi pun membentuk barisan untuk semakin mempersempit ruang gerak warga. Karena merasa tertekan dengan ulah polisi, warga menghimbau polisi agar mundur dan tidak menakut-nakuti mereka. Tetapi polisi terus memperkuat barisan dan mengintervensi dengan senjata api dan pentungan. Karena merasa sangat ketakutan, dengan spontan warga dan massa aksi lainnya melemparkan batu agar polisi mundur dan menghentikan tindakannya. Tetapi polisi bukannya mundur, tetapi membalas dengan tembakan gas air mata. Amarah pun semakin berkecamuk dan terjadilah bentrokan antara massa aksi dan polisi.
            Jika menganalisis dengan baik, dari situ dapat kita lihat bagaimana pandang raya sedemikian rupa di konstruk agar mereka marah dan bikin onar sementara yang sebanarnya polisi telah sedemikian rupa mengurung warga dan memaksakan mereka untuk keluar dari rumahnya. Artinya ada sebab yang menciptakan akibat. Jadi tindak kekerasan adalah gerakan refleks yang muncul ketika suatu individu merasa akan adanya ancaman yang muncul dari luar dirinya.Lantas apakah kekerasan tidak diperbolehkan dalam kondisi seperti itu?.
            Itulah salah satu fenomena dimana kekerasan berusaha direkonstruksi agar perlawanan dapat dipadamkan. Dengan dalih kekerasan, negara dan apparatusnya akan semakin mudah mengintervensi dan mengekang setiap gerak gerik masyarakatnya. Lalu itu juga salah satu bukti bagaimana sebuah gerakan anarkis berusaha disamakan dengan kekerasan. Kekerasan = anarkis, anarkis = kekerasan. Belum lagi rekaman media yang dengan lantang memberitakan kejadian-kejadian itu dengan aksi anarkis. memangnya mana yang disebut kekerasan, apakah tindakan yang ingin menghilangkan tempat tinggal seseorang atau  tindakan yang berusaha mempertahankan hak. Korup oleh negara, penembakan oleh polisi dan penggusuran. Apakah itu bukan kekerasan? Namun itu semua akan selamanya luput dari pemberitaan media.
            Jadi sebenarnya kekerasan sangat dibutuhkan dalam kondisi tertentu. Tindak kekerasan yang dilakukan warga pandang raya bukan tanpa alasan. Hasilnya pun berbuah manis, karena tindak kekerasan tersebut, tanah tempat tinggal mereka batal untuk digusur. Itu juga merupakan bukti bagaimana anarkisme mencoba mengubah pandang raya dari ketakutan menjadi senyuman walaupun sedikit memerlukan air mata dan rasa sakit.

(didekasikan bagi mereka yang masih menyamakan antara anarkis dengan kekerasan)