Disuatu malam yang hangat di area workshop Unhas,ditengah kesibukan para pedagang kaki lima melayani para pengunjung yang mencari makan, orang-orang yang berlalu lalang kesana kemari, serta para mahasiswa yang memilih tempat tersebut untuk bersantai sambil bersenda gurau, terselip dua orang ibu rumah tangga yang sedang berdebat mengenai calon gubernur Sul-Sel 2013-2018.
Ibu A : pada pemilihan nanti, saya menjagokan pak Ilham.
Ibu B : waduh, kalau saya belum jelas.
Ibu A : mengapa bu?
Ibu B : soalnya menurut saya tidak ada calon yang bagus.
Ibu A : wah, jangan begitu bu, Ilham itu bagus loh.
Ibu B : mana buktinya?
Ibu A :tuh, makassar sudah menjadi kota modern.
Ibu B : modern apanya, disekolah anak saya saja harus bayar uang pembangunan yang mahal. katanya pendidikan gratis, mana buktinya?
Ibu A : tapi kan terbukti bahwa disekolah anak ibu itu benar-benar sedang berlangsung pembangunan.
Ibu B : iya sih, tapi kok uang pembangunan harus dibebankan pada murid. mestinya kan itu urusan pemerintah.
Ibu A : Ah, tapi kalau saya mau tidak mau tetap menjagokan Ilham, dia kan pemimpin yang sering terjun ke lapangan.
Ibu B : tapi cuma sekedar terjun, tidak ada perubahan.
Ibu A : daripada Pak Syahrul?
Ibu B : siapa juga yang menjagokan syahrul, pokoknya saya tidak menjagokan siapa-siapa, mending saya golput, pemimpin jaman sekarang tidak ada yang becus. kita saja mau di gusur.
Ibu A : kalau tidak mau memilih, berarti tidak mau negara kita berubah.
Ibu B : bagaimana mau memilih?semua calon tidak yang saya kenal, apa mereka baik atau tidak. selama ini, keduanya memegang posisi pemimpin, tapi tidak ada yang berubah. makasar begitu2 saja, terlebih sulawesi selatan.
Ibu A : ya terserah ibu sajalah, mau memilih atau tidak.
Ibu B : saya tetap tidak akan memilih. siapapun nantinya yang naik, yakinlah kita sebagai rakyat miskin tidak pernah difikirkan. kalaupun mereka naik, kita juga tidak diberi uang.
hahahahahahahhaahahhaaa.....
apa yang bisa kita petik dari perbincangan kedua ibu rumah tangga tersebut?
aman site's
Aman Wijaya adalah nama pemberian alm.bapak saya, Abd Gaffar, yang terinspirasi dari semangat orde baru. Saya diimpikan bisa menjadi pemimpin seperti Soeharto, yang katanya 'hebat'. Namun perjumpaan dengan gerakan sosial, filsafat dan sastra, membuat saya menjatuhkan pilihan untuk terjun ke dunia organizing yang berkecimpung dalam kerja-kerja perubahan, baik dalam ranah kebudayaan, sosial maupun politik, dan bergentayangan di wilayah desa maupun perkotaan. Sebuah pilihan yang tentunya kontradiktif dengan nama saya. Dan salah satu bagian dari minat saya di dunia organizing adalah tulisan-tulisan di blog ini. Bagi saya, menulis adalah konsekuensi logis dari ber-praksis. Menulis bukan soal menjadi 'penulis'. Seperti kata guru saya "menulis adalah kerja mendidik kebudayaan".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar