Anti Keseragaman Yang Berseragam




Tulisan ini terinspirasi dari obrolan dengan beberapa kawan mengenai konsumerisme. Menurut kawan-kawan saya itu, hasrat konsumtif masyarakat dibentuk oleh asupan iklan. Yah, ada benarnya. Karena iklan memang ada dimana-mana.

Jalanan dan Sang Koboi


Beberapa waktu yang lalu, gerakan mahasiswa menjadi hangat diperbincangkan oleh berbagai kalangan. Sensasi yang dipertontonkan oleh mahasiswa di jalanan dalam menolak kenaikan harga BBM mencuri konsentrasi khalayak banyak. Ada yang memuji tapi ada juga yang mencaci. Dipuji karena masih ada juga orang-orang muda yang memiliki semangat juang ditengah kondisi kampus yang sedang mengalami degradasi intelektual. Disisi lain, dicaci karena dianggap hanya bisa mempertontonkan kekerasan.  

Dilema Antara “Pembangunan” dan Kelestarian Lingkungan Hidup




Ada yang bilang bahwa “pembangunan” adalah kunci utama untuk mewujudkan sebuah bangsa yang berdaulat. Cara pandang seperti ini umumnya dikenal sebagai cara pandang developmentalism. Cara pandang yang memusatkan perhatian untuk membangun sebanyak mungkin sumber-sumber penghasil “pundi-pundi emas”. Di Indonesia pada umumnya, corak seperti ini dapat dilihat, salah satunya melalui semakin maraknya aktivitas industri pertambangan.

Di kabupaten Maros dan Pangkep misalnya, jumlah tambang-baik tambang semen maupun marmer-pada kawasan karst mencapai puluhan. Selain tambang semen dan marmer, tercatat pula aktifitas pengerukan tanah di beberapa titik untuk menyokong proses reklamasi pantai di wilayah perkotaan. Biasanya, pembangunan tambang-tambang seperti itu selalu berdalih untuk memberdayakan sumberdaya manusia yang ada di sekitar daerah penambangan, alias menyerap tenaga kerja dan menekan angka pengangguran. Sebuah “niat baik” yang sasarannya selalu dipusatkan pada masyarakat kelas bawah.