DINAMIKA PEMETAAN PRB KAMPUNG BULOA RT 08


Bencana adalah salah satu hal yang tidak bisa diduga kapan datangnya, serta kadang menimbulkan kebingungan mengenai apa yang mesti dilakukan ketika bencana datang. Pengetahuan yang minim di tataran warga kampung mengenai persoalan bencana, membuat bencana dimata warga seperti sesuatu yang sudah sehararusnya seperti itu. 

Karena persoalan bencana dianggap penting, maka Urban Poor Consorsium (UPC) melalui Komite Perjuangan Rakyat Miskin (KPRM), melakukan pemetaan persoalan bencana di beberapa kampung di Kota Makassar. Kemudian kampung Buloa RT 08, menjadi salah satu kampung tempat melakukan pemetaan. 

Pasca workshop pemetaan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) oleh KPRM, tiap perwakilan kampung kembali ke kampungnya masing-masing kemudian melakukan pemetaan. Setiap kampung didampingi oleh pendamping yang telah difasilitasi oleh KPRM. 

Saya (Aman Wijaya) selaku pendamping kampung Buloa memulai pemetaan dengan terlebih dahulu merefleksikan kembali mengapa pemetaan ini penting dan harus dilakukan. Sekitar 20 warga yang hadir (yang sebelumnya telah dikumpulkan oleh Pak Fajri, salah satu warga Buloa) terlihat antusias menghadiri pertemuan perdana, walaupun beberapa diantaranya terpaksa hadir karena merasa segan dengan Syafrullah (CO. KPRM). 

Setelah merefleksi tujuan pemetaan, saya kemudian menjelaskan apa saja yang mesti dipetakan dan bagaimana caranya. Diantaranya, sejarah kampung, kondisi jalan, ekonomi, fasilitas umum dan sosial serta data demografi. Ketika pembagian kerja dimulai, warga tampak kebingungan dan saling tunjuk menunjuk mengenai siapa mengerjakan apa. Dari hasil perdebatan yang alot, keluarlah beberapa nama yang akan mengerjakan beberapa item pemetaan. Dimana setiap item dikerjakan oleh tiga orang. 

Setelah pembagian kerja selesai, dilanjutkan dengan pembahasan mengenai apa yang harus dilakukan ketika terjadi kebingungan pada saat pengerjaan di lapangan. Tidak lupa kami saling bertukar kontak guna saling berkomunikasi apabila terjadi kendala kedepannya. 

Yah begitulah proses pada pertemuan perdana, yang menumbuhkan rasa optimis akan lancarnya kegiatan pemetaan ini. 

Namun kenyataan selalu berkata lain, waktu selama seminggu yang disepakati untuk mengumpulkan hasil pemetaan, tidak membuahkan apa-apa. Tidak satupun form isian yang terisi, dan seluruh warga yang bertanggung jawab untuk beberapa item, malah mengembalikan form tersebut ke Pak Fajrin, selaku koordinator kegiatan sembari berkata “tidak ku tauki deh”.

Karena tidak ada satupun yang selesai, saya meminta kepada Pak Fajrin untuk memanggil para koordinator item dan menjelaskan apa saja kendala yang ditemui sehingga pemetaan tidak berjalan. Setelah Pak Fajrin coba memanggil orang-orang tersebut, hanya Dg. Raba (selaku koord. Sejarah kampung) yang bersedia datang, selebihnya hanya mengatakan “sibuk”. 

Dg. Raba kemudian menjelaskan mengenai kebingungannya tentang sejarah kampung dan orang yang akan di wawancarai. Dalam hal ini Dg. Raba kebingungan mengenai siapa orang yang paham mengenai sejarah Buloa. Setelah mendiskusikan masalah yang dialami oleh Dg. Raba, dia berjanji akan segera menuntaskan item sejarah kampung. 

Kemudian mengenai item lain, saya, pak Fajrin dan Dg. Raba coba mendiskusikan solusinya. Pak Fajrin kemudian memberikan solusi bahwa dia akan segera mendesak Dg. Maing untuk menyelesaikan beberapa item. Kemudian Pak Fajrin juga berinisiatif untuk menggandakan kusioner mengenai data demografi menggunakan uang pribadinya kemudian membagikan satu persatu kepada warga. Untuk proses pembagian, Pak Fajri meminta bantuan Rita alias Ito untuk membagikan kepada warga nantinya (karena Rita dianggap akrab dengan seluruh warga). 

Untuk mencegah kemungkinan terburuk, saya meminta Pak Fajri untuk tidak langsung menggandakan kusioner sesuai dengan jumlah warga (300-an KK). Hal ini dilakukan karena persoalan dana. Oleh karena itu, disepakatilah untuk menggandakan sebanyak 100 kusioner di putaran pertama. Kemudian sistemnya, setiap KK yang dibagikan wajib mengganti ongkos cetak sebesar Rp. 1.000. kemudian uang yang terkumpul akan digunakan lagi untuk menggandakan kusioner di putaran kedua. 

Beberapa hari berikutnya, Rita mulai membagikan kusioner sebanyak 100 lembar ke 100 KK. Alhasil. Hanya 50 kusioner yang dikembalikan oleh warga, selebihnya hanya mengatakan “belum selesai”. Saya meminta Rita dan Pak Fajri untuk mendatangi kembali warga yang belum mengisi kusioner dan meminta agar segera menyelesaikan. Tapi lagi-lagi warga enggan mengisi dan hanya mengatakan “nanti”. 

Kemudian saya kembali meminta Rita dan Pak Fajrin untuk mendatangi mereka, dan menunggu hingga mereka menyelesaikan apa yang harus di isi (dalam hal ini tidak ada lagi kata “nanti”/isi di tempat). Namun Rita yang juga sedang sibuk bergelut dengan usaha barunya yaitu cakar dan sibuk mengurus anaknya yang masih balita, meminta waktu untuk mendatangi orang-orang tersebut.  Karena Rita yang meminta waktu, Pak fajri juga merasa enggan untuk menagih seorang diri, karena merasa tidak begitu akrab dengan beberapa warga. Selain itu, pak Fajrin mulai ogah-ogahan karena merasa uangnya belum kembali. 

Berselang beberapa hari, saya kembali mengunjungi Buloa untuk mengontrol pemetaan. Namun yang ditemui lagi-lagi hanya kekecewaan. Lagi-lagi Dg. Raba tidak menyelesaikan item sejarah kampung dengan alasan yang sama. Oleh karena itu, saya meminta form isian sejarah kampung kepada Dg. Raba dan mengajak Pak Fajri untuk mengunjungi Ambo Rahim (tokoh kampung yang dianggap paham sejarah kampung). Akhirnya saya dan pak Fajri menyelesaikan item sejarah kampung.

Setelah mengunjungi Ambo Rahim,  tidak lupa kami mencari Dg. Maing untuk menagih item fasilitas umum dan sosial yang menjadi tanggung jawabnya. Alhamdulillah, item fasilitas umum dan sosial juga sudah selesai. Untuk item jalan kampung, diselesaikan sendiri oleh pak Fajrin. Sedangkan item ekonomi, Pak Fajrin mengusulkan agar dikerjakan oleh Rita. 

Walaupun sedang banyak kesibukan, Rita menyanggupi untuk mengerjakan item ekonomi. Dan dia meminta waktu sehari untuk merampungkan. 

Walaupun waktu pengerjaannya bukan sehari, melainkan tiga hari, Rita merampungkan item ekonomi, tapi enggan menanggapi ketika dimintai pendapat mengenai item demografi yang masih mandek.   

Tapi karena tidak ingin terlarut dengan masalah item demografi yang mandek, Pak fajri selaku koordinator meminta agar proses penggambaran peta dimulai. Kemudian saya meminta Pak Fajri untuk menyepakati bersama warga mengenai waktu yang pas agar beberapa warga bisa ikut berproses dalam pembuatan peta. 

Beberapa hari kemudian, tepat di hari yang telah disepakati, saya kembali mengunjungi Buloa. Pada hari itu, saya hanya mendapati Pak Fajri yang hanya duduk termenung di depan rumahnya sembari berkata pada saya “tidak ada warga mau kumpul, baru Dg. Maing sm H. Ramli juga pergi”.

Mendengar itu, saya langsung saja memberitahu dia agar mencari orang yang kira-kira mengetahui letak-letak setiap rumah, serta seluruh isi kampung. Dan lagi-lagi pak Fajri menganggap bahwa Rita adalah orang yang mengetahui hal tersebut. Tetapi karena Rita belum pulang dari lokasi tempatnya berdagang cakar, maka kami berdua bersantai sejenak. 

Tepat setelah shalat maghrib selesai,kami berdua segera mengunjungi Rita di kediamannya. Setelah menyampaikan maksud dan tujuan, akhirnya kami bertiga sepakat untuk melakukan penggambaran peta kampung. Dan akhirnya selesai selama dua jam kemudian. 

Mengenai persoalan item demografi yang hanya terkumpul sebanyak 53 kusioner, saya coba berkoordinasi dengan Syafrullah. Beliau kemudian mengatakan bahwa hal tersebut tidak perlu dipersoalkan, minimal data kader KPRM di dalam kampung sudah ada. 

Hingga akhirnya pada proses presentase, warga Buloa yang menjadi perwakilan hanya Pak Fajrin dan Dg. Maing beserta satu orang anaknya yang hadir. 

Meskipun berjalan alot, proses pemetaan berhasil dirampungkan walaupun hanya beberapa warga yang ikut berpartisipasi. Namun hal tersebut menjadi pelajaran untuk beberapa warga yang ikut berpartisipasi.
               
               
               
               


Tidak ada komentar:

Posting Komentar