Berdasarkan hasil penelsuran
sejarah kampung, ada tiga jenis bencana yang pernah terjadi di kampung Buloa RT
08, yaitu kebakaran, angin puting beliung, dan penggusuran. Angin puting
beliung menghancurkan sekitar 57 rumah warga, kebakaran menghanguskan 4 rumah,
dan penggusuran oleh pihak pengembang mengancam keberadaan kampung Buloa.
Ketiga bencana tersebut membuat miris perasaan warga setempat, karena setelah
bencana-bencana tersebut terjadi, warga selalu dihantui oleh perasaan takut
akan kehilangan tempat tinggal akibat bencana.
Oleh karena itu, menurut warga
setempat ada beberapa langkah-langkah taktis dan strategis yang dapat ditempuh
guna memperkecil resiko bencana yang bisa datang kapan saja.
1. Angin
puting beliung
Angin puting beliung adalah salah
satu bencana yang paling membawa dampak besar menurut warga, sebab angin puting
beliung pernah menghancurkan puluhan rumah warga. Ketika angin puting beliung
terjadi, pemerintah hanya mampu memberikan bantuan pembenahan atap rumah,
itupun hanya ada beberapa rumah yang mendapatkan bantuan. Sedangkan untuk
pendidikan mengenai bagaimana cara menghadapi bencana seperti angin puting
beliung tidak pernah dilakukan.
Karena hal tersebut, menurut warga
setempat ada beberapa langkah yang dapat dilakukan guna mempersiapkan diri jika
bencana angin puting beliung kembali terjadi.
Langkah taktis untuk memperkecil
resiko bencana yang diakibatkan oleh angin puting beliung dapat dilakukan
dengan memasang bambu pada atap rumah yang disusun berdasarkan bentuk atap
rumah.
Sedangkan langkah strategis yang
dapat dilakukan adalah bekerjasama dengan pemerintah kota untuk aktif mengakses
dan mensosialisasikan kepada warga setempat mengenai perubahan cuaca dan
kemungkinan akan terjadinya angin puting beliung.
a. Kebakaran
Mengenai kebakaran yang pernah
terjadi di RT 08, diakibatkan oleh kelalaian pemilik rumah. Kompor minyak tanah
milik Umar (korban kebakaran) lupa dimatikan ketika Umar sedang beraktivitas di
luar rumahnya. Ketika api kompor membakar bagian dapur rumah umar, api ikut
membesar dengan cepat dan melalap seluruh rumahnya. Lalu api juga menyebar ke
rumah lain, salah satunya rumah Dg. Raba. Pada waktu itu, tidak banyak yang
bisa dilakukan oleh warga, selain mengangkat air kemudian menyiram rumah yang
terbakar.
Pemadam kebakaran tidak dapat
masuk karena jalan lorong yang kecil. Sehingga api baru padam ketika empat
rumah juga habis di lalap.
Menurut warga setempat , ada
beberapa langkah taktis dan strategis yang dapat dilakukan untuk mencegah dan
memperkecil resiko kebakaran, diantaranya :
Ketika berkumpul sesama warga,
tidak lupa untuk saling menanyakan apakah kompor telah dimatikan. Kemudian
mengadakan lonceng yang bisa dibunyikan ketika kebakaran terjadi agar seluruh
warga kampung bisa mengetahui dengan cepat lalu ikut membantu memadamkan api.
Selain itu, bisa juga mengadakan
semacam papan reklame/spanduk yang dipasang di dalam kampung, yang kira-kira
bertuliskan “waspada kebakaran. Jangan lupa matikan kompor anda”. Hal ini agar
warga selalu waspada jika melihat papan/spanduk tersebut.
Untuk mengurangi resiko ketika
kebakaran terjadi, perlu juga kiranya warga yang bekerjasama dengan pemerintah
kota membuat semacam kapal pemadam kebakaran yang selalu bersiaga di dalam
kampung. Karena Buloa yang terletak di pesisir, sangat memungkinkan membuat
kapal semacam itu. Air tersedia di laut sehingga mudah dalam proses pemadaman. Selain
itu, yang tidak kalah penting adalah pelatihan mengenai bagaimana cara menghadapi
bencana. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa pemahaman warga Buloa sangat minim
mengenai bencana.
3. Penggusuran
Penggusuran oleh pihak pengembang
pada tahun 2011 membuat ketegangan di dalam kampung. Ketika ancaman penggusuran
terjadi, warga sempat kebingungan mengenai apa yang harus diperbuat. Sehingga
pada waktu itu ada beberapa kepala keluarga yang memilih pindah dari Buloa
karena diberikan semacam ganti-rugi dari pihak pengembang. Barulah ketika KPRM,
ARKOM bersama mahasiswa datang, warga merasa tertolong dan kembali bersemangat
untuk mempertahankan kampungnya.
Ketika ancaman penggusuran
terjadi, warga bersama KPRM dan mahasiswa beberapa kali melakukan aksi
demonstrasi guna menolak rencana penggusuran tersebut. Aksi-aksi itu dilakukan
di kantor DPRD Makassar, kantor Gubernur dan di dalam kampung sendiri. Karena
banyak warga yang menolak, pihak pengembang menggunakan jasa preman untuk
mengintervensi warga. Pada waktu itu, warga sempat ketakutan sehingga banyak
yang tidak berani keluar dari rumahnya.
Karena lelah dengan intervensi
dari preman, warga memilih untuk menantang para preman berduel. Hingga akhirnya
para preman tidak menanggapi tantangan tersebut, dan tidak lagi menampakkan
hidungnya di sekitaran kampung. Warga sangat berterima kasih dengan kedatangan
KPRM dan mahasiswa, karena berkat mereka penggusuran bisa dibatalkan.
Namun warga merasa perlu juga
melakukan persiapan karena bisa saja pengembang kembali mengancam warga. Oleh
karena itu ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengahadapi bencana
seperti penggusuran.
Pertama, membuat semacam balai
warga sebagai tempat akses informasi dan berdiskusi tentang penggusuran dengan
sesama warga maupun pihak luar seperti mahasiswa dan LSM.
Kedua, seluruh warga harus
bersatu untuk memperjelas satatus kepemilikan tanah ke pemerintah kota agar
kedepannya punya bukti dan kekuatan untuk melawan siapapun yang ingin menggusur
kediaman warga, termasuk pihak pengembang.
Ketiga, warga mesti menata
rumah/kampungnya sebaik mungkin agar tidak kumuh. Karena kumuh adalah salah
satu alasan yang selalu dikatakan oleh pemerintah untuk menggusur
kampung-kampung yang ada di Makassar.
Peserta :
1. Pak
Fajrin
2. Ibu
Satriani
3. Dg.
Raba
4. Herman
5. Rita
Fasilitator : Aman Wijaya